Mitigasi Salah Jurusan Buat Generasi Z
Nampaknya salah jurusan memang selalu jadi isu yang cukup mencuat dari generasi ke generasi...

Meskipun tak semua orang mengalaminya, nampaknya salah jurusan memang selalu jadi isu yang cukup mencuat dari generasi ke generasi. Perasaan ‘’apakah aku salah jurusan?’’ tidak hanya dialami satu atau dua mahasiswa, akan tetapi sekitar 87 % mahasiswa di Indonesia merasa salah jurusan (ICCN, 2017). Faktornya-pun beragam, namun ketika kita merasa berada di jurusan yang salah alias tidak sesuai dengan minat kita, ada fase-fase tertentu yang dirasakan. 


Andhika Sudarman dalam bukunya Kitab Suci Kuliah menjabarkan tiga fase yang biasa muncul ketika seseorang merasa salah jurusan; (1) fase sejak sebelum masuk kuliah – yang masuk suatu jurusan karena diminta orang tua, (2) fase pertengahan – setelah beberapa bulan/semester merasa tidak cocok, tidak suka, tidak bisa, atau merasa jurusannya tidak sesuai cita-cita, (3) fase mepet – ketika sudah mahasiswa tingkat akhir, mengerjakan skripsi atau bahkan setelah tamat, kemudian tiba-tiba kepikiran ‘’ ngapain ya dulu ambil jurusan ini?.’’ Nada penyesalanpun tak dapat dipungkiri lagi.


Dengan realita yang demikian, generasi Z sebenarnya adalah yang paling beruntung karena bisa meng-explore pengalaman orang-orang terdahulu didukung oleh arus informasi yang bisa diakses dengan mudah serta tersedia berbagai macam tes yang bisa mendeteksi minat dan bakat. Sehingga perkara salah jurusan harusnya dapat dihindari sejak dini. 


Lantas harus bagaimana? 

Ada dua kemungkinan yang terjadi ketika seseorang menyadari bahwa jurusan yang diambil tidak cocok dengan minatnya atau katakan saja tidak sesuai dengan cita-citanya. Pertama, dia akan mencoba keberuntungan untuk pindah jurusan dengan mengikuti kembali seleksi penerimaan mahasiswa baru (SBMPTN/Seleksi Mandiri) dan memilih jurusan yang diinginkan. Ini enjoy saja dilakukan ketika masih duduk di tahun pertama kuliah karena dari segi materialis dan waktu belum banyak yang dikorbankan.


Kedua, bertahan sampai lulus. Apabila sudah menjalani kuliah di tahun kedua atau ketiga, rasa ingin pindah jurusan mulai berat karena ''nanggung bentar lagi lulus''. Selain itu waktu dan material yang dikorbankan sudah terlanjur fantastis. Ada rasa sayang yang tak ingin dibuang begitu saja atas semua hal yang terlanjur didedikasikan, sehingga pindah jurusan ketika sudah di semester atas baginya bukanlah solusi yang tepat.


Seperti yang dikutip dari buku Kitab Suci Kuliah, Jika pada akhirnya kamu tidak jadi pindah jurusan, berikut ini solusi yang tepat bagimu untuk mengurangi penyesalan karena salah jurusan: 


1. Bekali diri dengan pengalaman dan keahlian di bidang yang kamu inginkan 

Dewasa ini, banyak orang yang memiliki pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusannya. Jika kamu sedang menjalani kuliah di jurusan hukum namun ingin menjadi seorang jurnalis maka jangan khawatir, kamu hanya perlu membekali diri dengan ilmu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang jurnalis disamping tetap fokus menyelesaikan kuliah di jurusan hukum.


Caranya kamu bisa mengikuti pelatihan public speaking, menulis, workshop yang berkaitan dengan jurnalisme dan sejenisnya. Solusi ini juga berlaku ketika kamu ingin menjadi teller bank atau profesi lain yang tidak mempermasalahkan jurusan, karena profesi tersebut bisa dari latar belakang jurusan apapun. Tapi lain cerita jika kamu ingin menjadi dokter, perawat, atau profesi medis lainnya, sebab profesi-profesi tersebut wajib lulusan kedokteran dan kesehatan.


2. Perluas networking di bidang yang ingin kamu tekuni

Gemar mengikuti acara-acara diluar kelas dengan teman-teman yang memiliki hobi yang sama dan akses berbagai kesempatan dari mereka. Lalu temukan mentor di bidang yang kamu inginkan agar kamu terlatih dan terarah. Membatasi diri dalam jurusan yang sedang kamu tekuni hanya akan mempersempit kesempatanmu berkembang. Jadi melangkahlah sejauh yang kamu mampu.


3. Lulus secepatnya lalu mengambil S2 di jurusan yang kamu mau

Tidak ada salahnya jika kamu mulai menekuni passion saat kuliah S2, dari pada tidak mulai-mulai malah bisa berdampak lebih buruk bagimu. Mencoba jauh lebih baik dari pada menyesalinya di kemudian hari. Meskipun pernah gagal, coba lagi. Habiskan jatah gagalmu selagi masih muda.


Menariknya, di negara ini tidak sedikit orang yang melanjutkan pendidikan di jurusan yang tidak linear dengan S1-nya, tergantung dengan apa dan bagaimana tujuan masing-masing. Misalnya S1 di jurusan psikologi lalu S2 di jurusan ekonomi. 


Satu fakta yang perlu mahasiswa tahu, sebenarnya ada SKS tertentu yang bisa di transfer lintas jurusan. Apalagi zaman sekarang didukung oleh adanya program MBKM yang memungkinkan mahasiswa untuk merdeka secara akademik. Jangankan lintas jurusan, lintas kampus aja bisa dijabani. Seperti yang dilakukan oleh ITB dan Unpad dalam program pertukaran pelajar MBKM. 


Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat ya 🙂