Warisan Budaya Dalam Selembar Kain
kita dapat menemukan kehidupan masyarakat yang masih sangat tradisional meski zaman tengah digempur oleh modernitas...

Ada ratusan pengunjung setiap weekend, kalau hari-hari biasa jumlahnya puluhan saja, kecuali ada kunjungan rombongan dari mana...!” ucap Lalu Achmad (50), salah satu tour guide di desa Sade, Lombok. Ya, siapa yang tak kenal dengan destinasi wisata budaya suku Sasak Lombok ini? 


Di desa Sade, kita dapat menemukan kehidupan masyarakat yang masih sangat tradisional meski zaman tengah digempur oleh modernitas. Adat istiadat suku Sasak menjadi daya tarik desa tersebut. Salah satunya dapat dilihat dari berbagai seni kerajinan yang dijajakan hampir di setiap kios-kios rumah warga. Mereka menjual aneka produk tenunan, ukiran, dan rajutan berupa aksesoris, pakaian, hingga kain tenunan yang tidak kalah apik. 


Ketika saya mencoba telusuri lebih dalam, ternyata ada aturan adat yang menarik dibalik tiap lembar kain tenun sasak. Katanya, perempuan-perempuan suku Sasak tidak diperbolehkan menikah jika belum bisa menenun kain. Hal tersebut sudah menjadi tradisi sejak 1.500 tahun yang lalu, dimana suku Sasak mulai eksis kala itu. 


Oleh karenanya, saat menginjak usia tujuh hingga sepuluh tahun, para gadis sasak harus mulai belajar menenun agar nanti ketika memasuki kehidupan berumah tangga, keterampilan menenun bisa dijadikan mata pencaharian untuk membantu perekonomian keluarga.

renrm

Karena penasaran, saya pun mencoba untuk menenun kain sasak walau hanya sebentar, dan yang paling penting adalah sekedar foto-foto, mengabadikan momen saat mencoba alat tenun tradisional. Banyak traveller cewek yang melakukan hal serupa dengan saya, sekedar coba-coba dan foto-foto. Kami menikmati sensasi duduk diantara alat tenun dengan kaki dijulur dan memangku uraian benang yang siap ditenun. Alat tenun tradisional tersebut, warga setempat menyebutnya dengan nama “gedogan.” 


Setiap kain tenun sasak yang dijajakan melewati proses panjang tanpa sentuhan modernisasi. Mulai dari pemintalan sampai menenun, semuanya diproses secara tradisional menggunakan alat-alat tradisional yang sederhana. Untuk menghasilkan satu lembar kain tenun ukuran 60 – 200 cm dibutuhkan waktu sekitar dua minggu sampai satu bulan, tergantung tingkat kerumitan motifnya.


Kain Tenun Sasak Mendunia


Di balik filosofinya yang unik, tidak menghalangi para pecinta fashion untuk memamerkan keindahan kain tenun sasak di kancah global. Seperti yang dilakukan oleh Erina Gudono beberapa bulan lalu ketika perhelatan ajang mode internasional “Paris Fashion Week.” 


Menantu presiden Indonesia tersebut mengenakan busana berbahan dasar kain tenun sasak saat menghadiri acara bergengsi itu. Padupadan kain tradisional Indonesia yang digunakan Erina begitu ciamik dan mampu memberi kesan elitis pada helaian kain yang menjadi warisan budaya suku Sasak. Dalam postingan Instagramnya, Erina mengajak serta masyarakat Indonesia memakai kain khas tanah air.


Eksistensi kain tenun sasak tidak hanya terbatas pada Paris Fashion Week saja. Pasalnya, pada ajang MotoGP Mandalika 2022 yang ditonton oleh 400 juta orang di seluruh dunia, kain tenun sasak turut diperkenalkan dan digadang-gadang akan diusulkan ke UNESCO sebagai warisan budaya benda dunia.


Lebih dari itu, kain tenun sasak menjadi satu dari lima produk ekonomi kreatif Indonesia yang diminati oleh pasar internasional. Apalagi dengan adanya dukungan dari pemerintah setempat yang mendorong UMKM tenunan untuk membidik pasar manca negara, sehingga dapat membuka peluang kain tenun sasak untuk semakin dikenal luas.

Harmoni dalam Busana 

Dari perjalanan traveling saya ke desa Sade, setidaknya ada tiga alasan kenapa kain tenun sasak mampu memikat pengunjung untuk selalu membelinya. Ini bukan sekedar ketertarikan tiada berdasar, tapi ada kebanggaan tersendiri ketika kita menggenakan sesuatu yang menjadi identitas suatu daerah. Apalagi jika mengingat nilai-nilai historis yang melekat padanya sehingga mampu dinobatkan sebagai warisan budaya daerah setempat. Ketiga alasan tersebut saya jabarkan berikut ini: 


1. Multifungsi 

Tidak hanya dijadikan koleksi oleh para kolektor kain, akan tetapi dengan munculnya ide kreatif dan inovasi di bidang fashion yang terus menggeliat, selembar kain tenun sasak dapat diproses menjadi berbagai produk baru seperti pakaian, tas, dompet, topi, selendang bahkan hiasan dinding.


Hal tersebut menjadi bukti betapa kreatifitas menjadikan sebuah barang memiliki nilai guna lebih dari biasanya. Untuk menghasilkan outfit yang kece dengan sentuhan tradisional tapi gaya modern, kain tenun sasak juga dapat dipadupadankan dengan jenis-jenis kain lainnya yang senada maupun sesuai selera masing-masing, sehingga dapat membuat penampilan menjadi lebih elegan. Referensi berbagai gaya fashion yang sustainability dan tidak ketinggalan zaman dapat ditelusuri pada laman Laruna.


2. Motifnya Bagus-bagus 

Banyak pengunjung yang langsung jatuh cinta dengan kain tenun sasak karena melihat motifnya yang bagus-bagus. Kain tentun sasak memiliki 5 motif yang cukup populer dan punya nilai jual yang tinggi. Motif-motif tersebut antara lain motif enggok, motif wayang, motif subahnale, motif rangrang, dan motif merak.

fmfm
Ragam motif kain tenun sasak tersebut ternyata memiliki keterkaitan erat dengan budaya dan aktivitas sehari-sehari warga setempat bahkan juga dipengaruhi oleh agama yang dianut. Menuangkan berbagai dimensi tersebut berupa motif dalam selembar kain dapat dikatakan sebagai wujud tertinggi untuk melestarikan budaya.


Dari sini dapat dilihat betapa masyarakat suku Sasak sangat menjunjung tinggi budayanya. Kesadaran menjalani kehidupan yang mempertahankan nilai-nilai luhur dalam hidup berdampingan dengan alam tercermin dari aktivitas mereka sehari-hari. 


3. Kualitas Kain 

Kualitas tenun yang baik dengan kerapatan benang yang padat membuat tesktur kain tenun sasak menjadi tebal, itulah salah satu keunggulannya. Di samping itu, kain tenun sasak juga terkenal dengan sifatnya yang tidak mudah kusut, dan tidak mudah luntur. Sehingga para pelancong yang mencari kain dengan kriteria tersebut tidak perlu waktu lama untuk menjatuhkan pilihannya pada kain tenun sasak. 


Karena kualitasnya pula, kain tenun sasak memiliki peminat khusus, biasanya dari kalangan pejabat, pengusaha, dan pegawai sipil. Di beberapa instansi yang ada di Nusa Tenggara Barat bahkan memberlakukan aturan wajib satu hari kerja untuk mengenakan kain tradisional sasak sebagai upaya pelestarian budaya daerah. 


Tak dapat dipungkiri, kain tenun sasak memang menawarkan kualitas yang bagus dengan motif dan warna yang mampu membuat isi kantong terkuras. Untuk memperoleh selembar kain tenun sasak dengan ukuran 2,5 meter kita harus mengeluarkan uang sebesar 350 ribu hingga 1,5 juta rupiah. Tinggi rendahnya harga jual kain tenun sasak bergantung pada motifnya. Biasanya motif-motif yang proses pengerjaannya sulit dibanderol dengan harga yang lebih mahal. 


Namun, peminat kain tenun sasak tidak pernah sepi meski harganya sedikit mahal. Para pengrajin tenun sasak bahkan dapat meraup omset rata-rata 800 ribu hingga 5 juta rupiah di hari libur. Mengingat kemajuan trend fashion seperti saat ini, tidak mustahil jika kain tenun sasak menjadi idola baru di Industri fashion Indonesia.

mgmgm

Untuk mengakhiri artikel ini, saya ingin berbagi info rahasia bagi teman-teman yang memiliki minat khusus di bidang fashion dan punya keinginan untuk menduniakan brand-brand lokal seperti kain tenun sasak dan sejenisnya, ada baiknya teman-teman join dengan Laruna Indonesia Fashion Forum untuk mengasah skill-mu dalam mengembangkan mode. 


*Tulisan ini diikutsertakan dalam rangka blog competition yang diselenggarakan oleh Laruna

ditulis ole 2